Sabtu, 19 Februari 2011

PERNIKAHAN PADA USIA REMAJA SEBAGAI SOLUSI DALAM MENYELESAIKAN SUATU PERMASALAHAN




BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. LATAR BELAKANG
     Disetiap masyarakat pasti akan dijumpai keluarga batih.[1] Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah.[2] Sedangkan keluarga sendiri memiliki arti yaitu lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu.[3] Terbentuknya keluarga tersebut karena adanya pernikahan yang telah disepakati antara pihak pria dan wanita. Pernikahan sendiri dapat diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[4] Tidak menutup kemungkinan bahwa didalam pernikahan terdapat suatu permasalahan. Permasalahan tersebut timbul baik sebelum maupun setelah pernikahan terbentuk. Salah satu permasalahan sebelum pernikahan terbentuk misalnya adalah hamil diluar menikah. Dengan adanya permasalahan tersebut terkadang membuat seseorang untuk melakukan pernikahan secara terpaksa. Sedangkan permasalahan yang ada setelah pernikahan biasanya berdampak pada perceraian.
Seiring perkembangan zaman, tidak sedikit yang melakukan pernikahan sebelum waktunya atau yang disebut dengan pernikahan pada usia remaja. Pernikahan pada usia remaja dapat diartikan sebagai pernikahan yang terbentuk dari pasangan yang usia nya belum layak untuk menikah atau pernikahan yang dilakukan oleh pasangan remaja. Golongan remaja para gadis adalah berusia 13 tahun sampai 17 tahun, sedangkan untuk pria berusia 14 tahun sampai 17 tahun.[5] Berdasarkan data Bappenas, di Indonesia, pernikahan usia remaja mencapai 34,5% rata-rata nasional,[6] yang apabila pada satu tahun terdapat 2,1 juta pernikahan yang tercatat, berarti terdapat 800 ribu pernikahan usia remaja yang tercatat.[7] Terdapat banyak alasan mengapa sebagian orang melakukan pernikahan pada usia remaja, sebagian diantaranya adalah karena anaknya mengalami salah pergaulan sehingga hamil di usia remaja dan karena budaya warga setempat untuk menikahkan anak di usia remaja.[8]
Dengan adanya beberapa alasan untuk melakukan pernikahan pada usia remaja, maka dengan dijalankannya pernikahan tersebut akan menimbulkan beberapa dampak. Dampak tersebut antara lain: dampak terhadap hukum, dampak biologis, dampak psikologis, dampak sosial dan dampak perilaku seksual menyimpang.[9] Dampak terhadap hukum salah satunya adalah adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-Undang di negara Indonesia yaitu UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO. Kedua, dampak biologis dapat dilihat seperti alat reproduksi yang belum matang atau belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, sehingga dapat membahayakan organ reproduksi. Ketiga, dampak psikologis seperti akan menimbulkan trauma yang berlebih pada anak yang telah memutuskan menikah pada usia remaja, padahal ia masih mempunyai kesempatan untuk meneruskan pendidikannya. Keempat, dampak sosial yang akan melahirkan budaya patriarki dimana menempatkan posisi wanita lebih rendah dari pada pria, sehingga menimbulkan kekerasan terhadap wanita oleh pria. Kelima, dampak perilaku seksual yang menyimpang seperti akan gemar melakukan hubungan seks.
Melihat beberapa fenomena sosial yang terjadi pada pernikahan usia remaja tersebut, maka menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Pada penelitian ini, peneliti akan membahas apakah pernikahan pada usia remaja merupakan satu-satu nya solusi yang diberikan pada seseorang dalam menyelesaikan masalahnya. Dapat dilihat salah satu contoh permasalahan tersebut seperti hamil sebelum menikah.

  
I. 2. PERMASALAHAN DAN PERTANYAAN PENELITIAN
        Terbentuknya pernikahan yang baik adalah menurut kaidah dan beberapa syarat yang ada, yang salah satu nya adalah cukup umur atau dewasa, dimana dapat membiayai kehidupan rumah tangga kelak. Namun pada kenyataannya, banyak pasangan yang belum mencapai syarat-syarat tersebut sehingga pernikahan yang terbentuk adalah pernikahan yang terpaksa, yang salah satunya adalah pernikahan pada usia remaja. Meskipun tidak semua pernikahan usia remaja dikarenakan keterpaksaan, namun yang menjadi permasalahan adalah banyak pasangan remaja yang menikah dalam keadaan ekonomi yang sangat kurang untuk menunjang kehidupan rumah tangga mereka.  
Dalam penelitian ini, yang menjadi bahasan peneliti adalah pernikahan pada usia remaja. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pernikahan usia remaja dapat menimbulkan beberapa dampak. Dengan adanya dampak seperti itu, muncullah pertanyaan besar dalam penelitian ini, apakah pernikahan pada usia remaja merupakan satu-satu nya jalan atau solusi dalam menyelesaikan permasalahan?

1.3. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam. Informan yang peneliti ambil sebanyak empat orang yang merupakan warga yang bertempat tinggal di kawasan Depok. Definisi operasional dalam metode ini adalah pernikahan pada usia remaja apakah menjadi solusi dalam menyelesaikan permasalahan.

I.4. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui apakah pernikahan pada usia remaja merupakan sebuah solusi dan satu-satu nya jalan dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan apakah ada solusi lain selain menikah pada usia remaja. Selain itu, peneliti ingin melihat sejauh mana remaja pada masa kini dalam memandang pernikahan usia remaja.

I.5. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Keluarga
 Keluarga merupakan kelompok sosial kecil didalam masyarakat, dimana didalam masyarakat tersebut pasti memiliki keluarga batih. Keluarga sendiri memiliki arti yaitu lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu.[10] Selain itu, pada dasarnya keluarga merupakan dua orang atau lebih yang berkomitmen satu sama lain dan berbagi keintiman, sumberdaya dan nilai, serta mengambil keputusan serta tanggung jawab bersama.                                 
2. Pernikahan
    Pernikahan dapat dikatakan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[11] Dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan yang terbentuk antara seorang pria dan wanita dengan berbagai kesepatakatan yang telah disetujui. Namun, pada kenyataannya terdapat beberapa pernikahan yang dilakukan secara paksa guna menutupi permasalahan yang ada. Sebagai contoh, seseorang menikah pada usia remaja karena hamil di luar nikah, sehingga membuat seseorang tersebut untuk melakukan pernikahan. Padahal pada usia remaja tersebut, orang tersebut masih dapat meneruskan pendidikannya. Dikatakan usia remaja karena usia tersebut antara 13 tahun sampai 17 tahun bagi wanita, sedangkan untuk pria berusia 14 tahun sampai 17 tahun.[12]
3. Pernikahan pada usia remaja
    Melihat kasus diatas, maka dapat dikatakan bahwa pernikahan yang dibentuk merupakan pernikahan usia remaja. Menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, pernikahan remaja adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat dan sebagai sebuah solusi alternatif.[13]  Sedangkan secara umum, pernikahan pada usia remaja dapat diartikan sebagai  instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga.[14] Dengan demikian dapat diartikan bahwa pernikahan remaja merupakan dua orang yang berlawanan jenis pada usia antara 14 tahun sampai 17 tahun terikat dalam satu ikatan untuk membentuk keluarga. Melihat pernikahan yang tebentuk pada usia remaja tersebut dapat dilihat juga beberapa dampak yang timbul, antara lain:
a.   Dampakterhadap hukum.[15]                                                      Dampak terhadap hukum tersebut dapat dilihat dari tiga pelanggaran yang terjadi yaitu: adannya pelanggaran pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun dan pada Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Pelanggaran kedua adalah pada UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 (1) tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
-     Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.
-     Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan,
-     Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.   
Pelanggaran yang ketiga adalah pada UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO, yang berisi: Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut. Dimana dalam Undang-Undang tersebut bertujuan untuk melindungi anak, agar tetap memperoleh hak nya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, ekslpoitasi dan diskriminasi.
b.   Dampak biologis                                                     
  Alat reproduksi yang belum matang atau belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, dapat membahayakan organ reproduksi.
c.   Dampak psikologis                                                                      Akan menimbulkan trauma yang berlebih pada anak yang telah memutuskan menikah pada usia remaja, padahal ia masih mempunyai kesempatan untuk meneruskan pendidikannya.
d.   Dampak sosial    
   Dampak sosial yang akan melahirkan budaya patriarki dimana menempatkan posisi wanita lebih rendah dari pada pria, sehingga menimbulkan kekerasan terhadap wanita oleh pria.
e.  Dampak perilaku seksual menyimpang                        
    Akan gemar melakukan hubungan seks.
        Berdasarkan beberapa konsep diatas, tema pernikahan pada usia remaja ini sangat terkait dengan konsep keluarga dan pernikahan. Dimana keluarga terlahir karena adanya pernikahan yang telah disepakati oleh dua insan yang berlawanan jenis dalam satu ikatan yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4. Pendekatan teori konflik
     Pendekatan teori konflik ini banyak meliputi kajian wanita dengan perspektif feminis. Selain itu, penekanan pendekatan ini adalah manajemen konflik, alokasi dan sumber daya dalam keluarga. Sedangkan fokus pendekatan ini adalah kekerasan dalam keluarga, cara-cara keluarga memecahkan masalah dan pemutusan hubungan perkawinan. Untuk asumsi dasar pendekatan teori ini antara lain: manajemen dan penyelesaian konflik merupakan proses yang normal dan keberlanjutan dalam sistem keluarga. Berdasarkan topik permasalahan yang dibahas peneliti, yakni pernikahan pada usia remaja sebagai solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan, maka fokus pendekatan teori ini adalah pada cara-cara keluarga menyelesaikan masalah.


BAB II
ISI
II. 1.  DATA TEMUAN LAPANGAN
II.1.1. Hasil wawancara informan D
            Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan D ini, informan menganggap bahwa dalam hubungan berpacaran sangat dianjurkan karena termasuk dalam masa penjajakan sebelum menentukan pasangan hidup. Pada masa penjajakan tersebut informan menjelaskan apa saja yang tidak boleh dan boleh dilakukan. Yang boleh dilakukan adalah seperti berbincang-bincang untuk mengenal lebih dalam pasangannya. Sedangkan yang tidak boleh dikerjakan adalah melakukan hubungan seks diluar nikah. Informan D sangat setuju mengenai pernikahan pada usia remaja dijadikan sebagai solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Contoh permasalahannya adalah hamil diluar nikah.
            Menurut informan D, jika terdapat pasangan usia remaja yang melakukan hubungan seks dan pasangan wanita mengalami kehamilan, sebaiknya pasangan tersebut melakukan pernikahan meskipun usia nya masih sangat muda demi menjaga kehormatan nama keluarga. Hal tersebut dikarenakan guna mematuhi hukum Negara Indonesia yang berlaku saat ini. Informan D pun mengatakan bahwa apabila pasangan tersebut belum memiliki bekal materi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebaiknya pasangan tersebut meminta bantuan kepada orangtua pasangan tersebut. Adapun saran dari informan D mengenai tema pernikahan pada usia remaja ini adalah sebaiknya bagi yang menjalani hubungan berpacaran, jangan melakukan hubungan seks diluar nikah karena dapat merugikan pihak pria maupun wanita dan dapat menimbulkan dampak negatif. Apabila benar terjadi kehamilan diluar nikah, sebaiknya melakukan pernikahan meskipun usianya masih sangat muda.
            Hasil wawancara diatas dapat dikaitkan dengan salah satu pendekatan sosiologis, yakni pendekatan teori konflik. Hal tersebut dapat dilihat bahwa apabila terdapat suatu permasalahan sebaiknya diselesaikan dengan baik-baik, bukan dihindari. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan D ini juga terkait dengan perspektif feminisme. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil verbatim bahwa dalam hal hamil diluar nikah, maka yang sangat dirugikan adalah dari pihak wanita dan karena wanita yang menanggung semua beban dari permasalahan ini seperti mengandung anak selama sembilan bulan.
II.1.2. Hasil wawancara informan E
            Banyak informasi dan pendapat yang didapatkan dari beberapa informan yang ditanyakan oleh peneliti. Menurut pendapat informan E ini, hubungan pacaran boleh dilaksanakan meskipun dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut seperti terdapat skor 60% yang baik dilakukan pada saat hubungan pacaran yaitu hubungan pacaran tersebut baik untuk penyemangat, sedangkan 40% nya dapat berdampak negatif misalnya mengganngu konsentrasi belajar. Informan E pun mengutarakan beberapa batasan pada saat berpacaran, yang salah satunya adalah tidak boleh melakukan hubungan seks diluar menikah dan tidak boleh melakukan ciuman dan yang boleh dilakukan adalah sekedar berpegangan tangan dan saling berpandangan.
            Informan E pun menganggap bahwa peristiwa hamil diluar menikah adalah suatu masalah, apalagi menikah pada usia remaja. Namun, permasalahan tersebut tidak hanya ditempuh dengan jalan menikah pada usia remaja. Menurut informan E, menikah pada usia remaja bukan jalan yang terbaik karena pada usia remaja tersebut, seseorang masih banyak ketergantungan pada orangtua dan masih membutuhkan jangkauan dari orangtua. Meskipun menurut informan E menikah pada usia remaja bukan jalan yang terbaik, tetapi apabila pasangan tersebut telah hamil sebelum menikah, sebaiknya tetap membiarkan anak yang dikandungnya lahir dengan selamat. Jadi, kesimpulan yang dapat diambil dari informan E mengenai pernikahan pada usia remaja sebaiknya jangan dilakukan dan sebaiknya dibicarakan secara baik-baik dari pihak pasangan wanita maupun laki-laki karena hal tersebut menyangkut masa depan pasangan remaja tersebut. Selain itu, menurut informan E, menikah pada usia remaja itu tidak mudah, apalagi terkait dengan ekonomi keluarga.
            Melihat hasil wawancara peneliti dengan informan E, maka dapat dikaji dengan salah satu pendekatan perspektif sosiologis yaitu pendekatan teori konflik. Hal tersebut dapat dilihat pada negosiasi dalam keluarga untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Penyelesaian suatu masalah tersebut dapat dilihat pada keputusan dari pasangan untuk tidak menikah pada usia remaja tetapi terdapat suatu kesepakatan atau negosiasi dalam keluarga. Dengan demikian, berdasarkan wawancara diatas, dapat dikaitkan dengan pendekatan sosiologis yaitu pendekatan teori konflik, dimana terdapat negosiasi dalam menyelesaikan suatu masalah.
II.1.3. Hasil wawancara informan J
            Informan J menganggap bahwa dalam hubungan berpacaran adalah penting untuk dilakukan karena untuk masa pengenalan, namun harus dilihat juga batasan dalam berpacaran. Batasan tersebut seperti sekedar berpegangan tangan masih diperbolehkan, namun untuk selebihnya tidak boleh dilakukan. Selain itu informan J menganggap, dalam hubungan berpacaran sebaiknya tidak mendapat larangan dari orangtua atau tekanan dari orangtua karena jika ada larangan dari orangtua, justru seorang anak dapat melakukan hal-hal yang bebas. Ada baiknya seorang anak mendapatkan materi mengenai seks atau “sex education”.
            Banyaknya kasus mengenai hamil diluar nikah pada pasangan yang masih berusia remaja, informan J memaparkan bahwa pasangan tersebut harus menikah meskipun pada usia remaja. Informan J memandang permasalahan tersebut dari segi hukum adat.[16] Salah satu ketentuan hukum adat pada masyarakat di suatu daerah yaitu jika telah melakukan hubungan seks diluar nikah, maka pasangan tersebut harus menikah, kalau tidak mau menikah, maka pasangan tersebut akan dikucilkan. Pasangan remaja yang sudah menikah, namun tidak  memiliki materi untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, maka dapat meminta bantuan dari orangtua mereka.
            Meskipun pasangan remaja yang telah menikah tersebut telah mendapatkan bantuan materi dari orangtua mereka, pasti didalam kehidupan mereka terdapat konflik. Menurut informan J, konflik yang kerap terjadi pada pasangan remaja yang telah menikah adalah mengenai penghasilan. Hal tersebut dapat dilihat pada pasangan remaja yang telah menikah, namun mereka belum mendapatkan penghasilan yang tetap sehingga membuat mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan membuat mereka saling menyalahkan satu sama lain.
            Berdasarkan hasil wawancara dengan informan J, maka hasil wawancara tersebut dapat dikaitkan dengan pendekatan teori konflik yaitu cara-cara keluarga memecahkan suatu masalah. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil wawancara bahwa peristiwa hamil diluar nikah harus diselesaikan dengan baik yaitu dengan cara menikah meskipun usianya remaja. Adapun beberapa masalah yang akan dihadapi pasangan dalam berumahtangga, dimana apabila pasangan tersebut tidak dapat menyelesaikan masalahnya, maka dapat meminta bantuan kepada orangtua pasangan tersebut.
II.1.4. Hasil wawancara informan DI
            Mengawali informasi dan pendapat yang didapat dari informan DI ini, informan DI mengutarakan bahwa hubungan dalam berpacaran merupakan hal yang penting karena terkait dengan perkembangan biologis pada seseorang. Sedangkan apabila terdapat pasangan yang sedang menjalani hubungan berpacaran dan mengalami peristiwa hamil diluar nikah, maka informan DI lebih setuju apabila pasangan tersebut menikah meskipun masih pada usia remaja. Hal tersebut dikarenakan menyangkut agama, dimana dalam ketentuan agama, pasangan tersebut harus menikah apabila telah hamil sebelum menikah. Namun, hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan keadaan eknomi.
            Yang dimaksud dengan keadaan ekonomi disini adalah apabila pasangan remaja tersebut melaksanakan pernikahan pada usia remaja, tetapi mereka belum memiliki bekal apapun seperti materi. Dengan keadaan demikian, pasangan remaja tersebut dapat meminta bantuan dari orangtua, tertutama orangtua dari pihak laki-laki. Jadi, orangtua pun sebaiknya turut membantu anak mereka yang telah menikah pada usia remaja. Meskipun demikian, menurut informan DI, pasangan remaja tersebut harus tetap menikah pada usia remaja karena mereka harus bertanggungjawab dengan apa yang mereka telah perbuat. Berani berbuat, maka harus berani bertanggungjawab.
            Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan DI, dapat disimpulkan bahwa pernikahan pasa usia remaja sebaiknya dilakukan karena sebagai bentuk pertanggungjawaban. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban, dapat dikatakan bahwa merupakan sebagai ketentuan atau tuntutan dari agama. Meskipun tidak hanya menikah dalam menyelesaikan masalah ini, informan DI mengungkapkan bahwa aborsi juga termasuk solusi, namun hal tersebut tidak boleh dilakukan karena dilarang. Dengan demikian, menikah pada usia remaja tetap menjadi satu-satunya jalan dalam menyelesaikan permasalahan ini.
            Hasil wawancara dengan informan DI tersebut dapat dikaitkan dengan pendekatan teori konflik. Dimana dalam pendekatan teori konflik tersebut dapat dilihat bagaimana cara-cara keluarga menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil wawancara diatas mengenai penyelesaian masalah harus diselesaikan dengan baik-baik, jika perlu menghadirkan pihak ketiga apabila masalah sangat sulit untuk mencapai solusinya.

II. 2.  ANALISA DATA
            Berdasarkan hasil temuan lapangan diatas, maka dapat dianalisa dengan beberapa konsep dan pendekatan teori sosiologis. Dalam penelitian ini, hasil temuan lapangan dapat dianalisa dengan konsep keluarga, pernikahan, penikahan pada usia remaja dan dengan pendekatan teori konflik. Dengan melihat hasil temuan lapangan tersebut, secara umum para informan setuju dengan pernikahan pada usia remaja yang dijadikan sebagai solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dimana salah satu yang dianggap permasalahan dalam penelitian ini adalah hamil diluar nikah. Pernikahan pada usia remaja ini dijadikan sebagai solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan karena merupakan satu-satunya jalan sebagai jalan keluar dari permasalahan.
     Adapun beberapa dampak yang akan terjadi pada pernikahan usia remaja karena adanya peristiwa hamil diluar nikah ini, yang diantaranya: mengenai dampak terhadap hukum, dampak biologis, dampak sosial, dampak psikologi dan dampak perilaku seksual menyimpang. Salah satu dampak tersebut, yaitu biologis dapat dilihat pada penjelasan dari informan yakni:
“nanti anak yang dilahirkan itu bukannya pintar malah bisa keterbelakangan mental, keterbelakangan mental gitu loh.”
Namun adanya dampak seperti itu tidak mempengaruhi sebagian besar masyarakat untuk tetap melakukan pernikahan meskipun pada usia remaja, karena yang paling penting adalah bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuat. Sebagian besar informan pun mengaku lebih baik menikah pada usia remaja dari pada lepas dari tanggungjawab. Hal tersebut dapat diperkuat dengan kutipan dari informan, yaitu seperti yang ada dibawah ini:
“Jadi ya paling nggak ya harus nikah sih. Itu untuk wujud berani berbuat, berani bertanggung jawab”
       Berdasarkan kutipan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pernyataan tersebut sangat relevan dengan pedekatan teori konflik. Dianggap relevan dengan pendekatan teori konnflik karena fokus pendekatan konflik adalah cara-cara keluarga memecahkan masalah. Dengan rasa tanggungjawab tersebut, maka pasangan tersebut telah mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan yaitu dengan menikah pada usia remaja. Meskipun demikian, terdapat satu pendapat dari informan yang menyatakan bahwa pernikahan pada usia remaja sebaiknya tidak dilakukan, karena seseorang yang masih berusia remaja sangat tergantung dengan orangtua, seperti yang dikutip dibawah ini:
“Kalo menurut aku sih nggak terlalu baik, kalo umur segitu karena nggak, nggak bisa lepas dari ini dulu, jangkauan orangtua.”
“untuk remaja itu apa namanya, jangan nikah dulu.”
Namun secara umum, informan yang diwawancarai rata-rata menjawab setuju dengan pernikahan usia remaja sebagai solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
         Sebelum keluarga memutuskan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, maka terdapat beberapa diskusi antara keluarga pihak laki-laki dan wanita. Pada saat diskusi itulah terdapat negosiasi, dimana negosiasi tersebut merupakan salah satu konsep sosiologis yang terkait dengan penelitian ini. Adanya negosiasi tersebut dapat dilihat pada pendapat informan yakni:
“di omongin baik-baik dulu kan satu keluarga, keluarga yang cewek sama yang cowok, karena itu kan menyangkut masa depan ceweknya juga”
     Berdasarkan analisa diatas, maka sebagaian besar masyarakat menganggap bahwa pernikahan pada usia remaja sebaiknya dilaksanakan karena untuk menyelesaikan permasalahan, seperti hamil diluar nikah. Penyelesaian masalah tersebut juga berdasarkan atas negosiasi antara keluarga pihak laki-laki dan wanita. Selain itu, dalam menyelesaikan suatu masalah sebaiknya dilakukan secara baik-baik dan jika perlu menghadirkan pihak ketiga sebagai media. Analisa diatas pun menyatakan konsep yaitu mengenai pendekatan teori konflik, yang salah satu sub konsep nya adalah negosiasi.
  

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

            Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai “Pernikahan pada Usia Remaja Sebagai Solusi dalam Menyelesaikan Suatu Permasalahan”, sebagian besar informan mengakui bahwa pernikahan pada usia remaja sebaiknya dilakukan karena untuk menyelesaikan permasalahan, seperti hamil diluar nikah. Selain itu, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut menggunakan negosiasi antara keluarga pasangan remaja yang akan menikah pada usia remaja untuk mencapai kesepakatan. Dengan demikian, yang menjadi penting dengan adanya permasalahan tersebut adalah harus diselesaikan dengan baik-baik, dimana seperti konsep yang berkaitan yaitu pendekatan teori konflik, yang fokus pendekatannya adalah memecahkan suatu permasalahan. Selain itu, yang menjadi penting adalah negosiasi yang digunakan untuk melakukan pertimbangan sebelum pernikahan dilaksanakan.
            Adapun beberapa dampak yang akan timbul pada pernikahan usia remaja dimana yang telah dijelaskan pada bagian konsep. Salah satu dampak yang akan timbul adalah dampak biologis. Dengan adanya dampak biologis tersebut maka dapat merusak organ produksi pasangan yang menikah pada usia remaja. Melihat dampak tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya tidak melakukan hubungan seks diluar nikah karena dapat menimbulkan dampak negatif, apalagi pasangan yang masih berusia remaja. Selain dampak tersebut, maka pasangan remaja tersebut harus menanggung masa depan dengan berakhir dipernikahan apabila pasangan wanita hamil diluar nikah. Dengan beakhirnya pernikahan diusia remaja, pasangan remaja tersebut kehilangan kesempatan dalam pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono S.H, 1990, Sosiologi Keluarga tentang ikhwal keluarga, remaja dan anak, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan





[1] Soekanto, Soerjono S.H, 1990, Sosiologi Keluarga tentang ikhwal keluarga, remaja dan anak, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, hal 1.
[2] Ibid., Soekanto Soerjono, hal 1.
[3] Diakses dari http://definisi-pengertian.blogspot.com/2009/11/pengertian-keluarga.html pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.05 WIB
[4] UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.
[5] Ibid.,Soekanto, Soerjono, hal 51.
[6] Diakses dari http://ikk.fema.ipb.ac.id/himaiko/?p=235 pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.16 WIB
[7] Ibid,.ikk.fema.ipb.ac.id
[8] Diakses dari http://id.shvoong.com/social-sciences/1873930-pernikahan-remaja-vs-perzinahan-sejak/ pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.20 WIB
[9] Diakses dari http://www.dwp.or.id/dwp1.php?kas=12&noid=799 pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.35 WIB
[10] Ibid., pengertian keluarga
[11] Ibid.,UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.
[12] Ibid.,Soekanto, Soerjono, hal 51.
[13] Diakses dari http://nyna0626.blogspot.com/2008/10/pernikahan-remaja-pada-kalangan-remaja-15.html pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.15 WIB
[14] Ibid.,pernikahan remaja pada kalangan remaja.
[15] Ibid.,dwp.or.id
[16] Hukum adat merupakan bagian dari hukum secara menyeluruh, maka dapat dikatakan bahwa hukum adat merupakan suatu sistem. Menurut Soepomo (Soepomo 1977:25): Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-peraturan merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar