Sabtu, 19 Februari 2011

Keluarga dengan Teori Pertukaran Sosial


 KASUS PERCERAIAN DI DALAM KELUARGA

Maraknya permasalahan yang muncul baik yang terjadi di dalam pemerintahan, masyarakat sampai keluarga, sudah seharusnya segera diatasi. Banyak dampak yang dihasilkan dengan adanya permasalahan tersebut baik dari segi sosial, budaya, ekonomi sampai psikologi individu. Untuk lebih khususnya, saya hanya akan menyoroti permasalahan yang terjadi pada keluarga saja. Didalam materi sosiologi, sudah seyogyanya segala permasalahan dikaitkan dengan teori atau konsep yang berkaitan agar tidak tumpang tindih. Dengan demikian, saya melihat salah satu contoh permasalahan keluarga yang berada di Jakarta yang saya kaitkan dengan teori pertukaran sosial.
Kasus keluarga yang saya bahas adalah kasus keluarga pasangan Tan Sumiati dan Tie Heryanto Gunawan. Data kasus keluarga Tan Sumiati dan Tie Heryanto Gunawan ini saya peroleh dari putusan NO : 254/PDT.G/2008/PN. JKT. PST, yang beralamatkan di  Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl. Gajah Mada No. 17, Jakarta Pusat, T: 63850223/ 6311326/6348630.[1] Berdasarkan data yang saya dapatkan, Sumiati dan Heryanto melakukan pernikahan secara endogami karena keduanya beragama Budha. Melihat kasus pasangan ini dimana pada awal pernikahan, kehidupan rumah tangga mereka dalam keadaan rukun, namun hanya berlangsung selama satu tahun saja. Berlangsungnya rumah tangga mereka yang hanya satu tahun tersebut ternyata dipicu oleh Heryanto yang memiliki istri simpanan dan sudah mempunyai anak dari istri simpanan nya tersebut. Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa perbuatan Heryanto tidak dapat ditolerir lagi oleh Sumiati sehingga menyebabkan perceraian.
Dari kasus keluarga pasangan tersebut maka dapat dilihat dengan pendekatan teori pertukaran, dimana didalam teori pertukaran ini memiliki asumsi-asumsi dasar yaitu : setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya[2], dengan kata lain setiap individu mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi, dimana dapat dikatakan saling mempengaruhi apabila bila semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Adanya asumsi dasar tersebut, maka terdapat konsep beberapa penting yang terkait, antara lain : Reward dan Cost, Profit atau maximizing Utility dan Rationality. Reward dan Cost dapat diartikan lebih mengacu kepada sesuatu yuang dianggap memberikan keuntungan pada pemenuhan interest para aktor[3] atau adanya elemen positif yang berguna meningkatkan nilai positif dalam sebuah hubungan. Jika melihat kasus keluarga pasangan diatas, maka adanya tingkah laku yang positif dalam membangun rumah tangga hingga kehidupan rumah tangga nya rukun meskipun hanya berlangsung selama satu tahun dan tidak dikaruniai anak. Tingkah laku postif tersebut dapat dilihat seperti sikap saling menghargai, saling membantu dan komunikatif. Sedangkan cost nya adalah dapat diartikan sebagai negative rewards, adalah sesuatu yang dianggap tidak memberikan keuntungan untuk pemenuhan self-interest para aktor[4] atau elemen negatif yang dapat meretakkan suatu hubungan. Pemahaman cost dalam kasus diatas dapat dilihat ketika hubungan pernikahan mereka dapat dikatakan tidak harmonis lagi setelah satu tahun masa pernikahannya, setelah satu tahun masa pernikahannya tersebut dimana Heryanto memiliki istri simpanan dan memiliki anak dari istri simpanan nya, maka Sumiati tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin dari suaminya. Hal tersebut dapat dikatakan cost karena salah satu aktor dalam pasangan tersebut merasa dirugikan dalam hubungan pernikahnnya, yakni tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin padahal mereka masih terikat dalam ikatan pernikahan. Cost ini juga dapat berupa konflik, dimana dalam kasus pasangan tersebut terdapat pertengkaran antara Sumiati dan Heryanto yang kerap terjadi, sehingga tidak menciptakan keuntungan sama sekali.
Konsep yang kedua adalah profit atau maximizing utility dimana dalam suatu hubungan bertujuan untuk menghasilkan keputusan yang memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan sekecil mungkin biaya/pengorbanan.[5] Dengan kata lain, bila seorang individu merasa dalam suatu hubungan interpersonal bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Berdasarkan pengertian profit tersebut, maka kasus keluarga diatas yang berperan dalam mencari laba adalah kedua aktor tersebut yaitu Sumiati dan Heryanto. Dari sisi Sumiati, keuntungan yang ia cari adalah dengan cara memutuskan untuk bercerai dari Heryanto karena Heryanto tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada Sumiati. Dengan bercerai dari Heryanto, terdapat kemungkinan Sumiati akan lebih bahagia dari pada tetap menjalin hubungan dengan Heryanto tetapi tidak diberi nafkah dan Heryanto sibuk dengan istri dan anak simpanannya. Hal tersebut dapat dilihat pada putusan bahwa Heryanto tidak menengok Sumiati lagi. Sedangkan keuntungan yang dicari Heryanto adalah Heryanto memilih untuk memiliki istri lagi karena setelah satu tahun masa pernikahannya, Heryanto dengan Sumiati sering mengalami pertengkaran dan dalam hubungan pernikahannya mereka tidak dikaruniai anak. Jadi, dengan memiliki istri simpanan, Heryanto merasa bahagia karena dengan istri simpanannya tersebut dikaruniai anak. Dalam hal ini, kedua aktor dalam kasus keluarga tersebut saling mencari keuntungan masing-masing, karena mereka sudah lagi tidak dapat mempertahankan hubungan rumah tangga nya.
Konsep yang terakhir adalah rationality, asumsi ini sangat mendasar dan paling penting untuk mengkalkulasi untung rugi suatu pengambilan keputusan. Penggunaan rasionalitas dalam pengambilan keputusan mencerminkan adanya perubahan nilai dari rewards dalam konteks waktu dan situasi terhadap sesuatu dan relasi sosial pada kehidupan manusia.[6] Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diartikan juga sebagai tingkat perbandingan yang menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku tersebut dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Jika melihat kasus keluarga diatas, maka rasionalitas yang ada dapat dilihat pada pengalaman yang mereka alami yakni pada awal pernikahan mereka menjalin hubungan dengan baik-baik saja atau rukun yang kemudian berakhir pada perceraian. Adanya perubahan pengalaman yang dialami oleh pasangan tersebut, maka terdapat perubahan nilai dari rewards, dimana yang awalnya terdapat aspek positif dalam hubungan tersebut, pada akhirnya menimbulkan aspek nagatif pada kedua aktor tersebut. Dengan adanya perubahan tersebut juga, maka relasi sosial diantara keduanya pun berubah, yang dahulu sangat komunikatif, sekarang sama sekali tidak ada komunikasi. Jika mengkalkulasi dalam hal pengambilan keputusan, menurut saya keputusan yang diambil oleh Sumiati dapat dikatakan rasional yaitu memutuskan hubungan dengan Heryanto atau perceraian, karena dengan segala pertimbangan yang dilakukan oleh Sumiati, keputusan yang ada pun telah menimbulkan untung rugi baginya.
Dari beberapa uraian diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa keluarga dari pasangan Sumiati dan Heryanto merupakan keluarga non tradisional karena mengalami perceraian dan karena dalam hubungan pernikahan mereka tidak memiliki anak. Pernikahan mereka juga disebut dengan pernikahan endogami karena keduanya beragama Budha. Fokus sentral dalam pembahasan ini juga didasarkan pada motivasi, yang merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan.[7] Hal tersebut dapat dilihat pada keputusan Sumiati, dimana tindakannya merupakan hasil dari dorongan yang ada didalam dirinya dari beberapa faktor yang ada seperti tidak ada nafkah dari suaminya, mengalami pertengkaran secara terus-terusan dengan suaminya dan suaminya memiliki istri lain, sehingga Sumiati memilih untuk bercerai dari suaminya. Keputusan tersebut lah yang dikatakan sebagai motivasi, dimana merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan.


[1] Diakses dari Putusan NO : 254/PDT.G/2008/PN. JKT. PST
[2] Diakses dari catatan slide power point mata kuliah Sosiologi Keluarga mengenai topik Teori Pertukaran Sosial.
[3] Ibid;
[4] Ibid;
[5] Ibid;
[6] Ibid;
[7] Ibid;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar