Minggu, 11 Desember 2011

Awalnya masih belum bisa melupakan mu

Awalnya aku masih belum bisa melupakan mu.
Awalnya aku masih ingin terus menghargai mu.
Dan awalnya aku percaya bahwa kamu yang terus ingin menghargai ku.

Tapi kenapa kamu berdusta?
Tapi kenapa kamu membalikkan keadaan yang sebenarnya?
Masih kah aku harus percaya kamu?
Masih kah aku pantas untuk menghargai mu?

Tolong ingat janji mu yang tak akan menyakiti ku lagi meskipun kita tak bersatu
Tolong ingat janji mu yang akan terus takut ketika melihat ku menangis

Kini, kamu mengkhianati janji itu
Kini, kamu tertawa ketika melihat ku menangis
Dan, kini kamu pintar berdusta
Juga, kini kau telah menghapus rasa menghargai untuk ku

Terimakasih, kamu mengajari ku untuk ikhlas menerima ini
Terimakasih, kamu memberikan aku kedewasaan yang sebenarnya
Terimakasih, kamu selalu mengajari ku makna sabar

Kamis, 26 Mei 2011

yang ini juga enggak kalah serunya :D

Purwakarta Fieldtrip







terlihat sangat capek memang, tapi itu semua terganti ketika sudah bisa mengabdi pada masyarakat. Membantu mereka dalam kesulitan dan mewujudkan keinginan mereka yang belum tercapai. Mudah2 an apa yang kita lakukan tidak akan sia-sia kawan :)

Selasa, 17 Mei 2011

enaknya turun lapangan di sosiologi :D

turun lapangan di sumedang, Jawa Barat #Sosiologi, Universitas Indonesia








belajar gak cuma di dalem kelas aja dan berkutat sama buku doang, tapi bisa langsung praktek dan langsung ketemu sama masyarakat. bisa berbagi pengalaman sama masyarakat dan jauh bisa ngerti keadaan masyarakat yang sebenarnya. merakyat lah yaaa :D

Sabtu, 23 April 2011

Mana yang harus ku pilih?

Bismillah, semoga yang saya tuliskan hanya sebuah curahan hati saya dan jauh dari fitnah dan segala macam hal yang buruk, amin.

Kurang lebih tiga tahun saya telah bersama seseorang yang telah membuat saya nyaman bersamanya. Apapun saya lakukan bersamanya, termasuk menuntut ilmu yang jauh dari orangtua kami masing-masing. Rasanya seneng banget bisa deket sama dia karena bisa lindungi saya dari segala hal dan bisa bimbing saya ketika saya jauh dari orangtua. Dia begitu baik, setia menemani saya kemanapun saya pergi dan setia menjaga saya dalam hatinya. Saya sayang dia.

Tapi, ketika kesetiaan tersebut mulai hilang karena amarah, bentakan suara dari mulutnya, emosi yang tinggi serta  keegoisan yang ada, saya merasa lemah dan merasa tidak pantas bersamanya lagi karena saya tidak bisa meredakan semua sifat buruknya itu. Saya malu atas itu semua. Saya merasa bersalah. Apapun yang saya lakukan mungkin sebenarnya sudah tidak berarti lagi.

Untuk kesekian kalinya saya mencoba untuk bertahan dengan nya, tapi sayang...kali ini saya benar-benar tidak bisa bertahan. Segala air mata yang saya keluarkan mungkin sudah tidak berarti bagi nya (dia sangat takut mengetahui saya menangis). Pada akhirnya, saya dan dia berpisah. Kalau boleh bicara, mungkin ini keputusan yang paling bodoh yang pernah saya ambil.

Tapi apa daya ketika saya sudah tidak tahan bersamanya. Saya merasa lemah. Lemah karena cinta yang tidak bisa membawa saya dan dia bersatu lagi. Mungkin kebohongan yang saya miliki atas dirinya memang sudah seharusnya diakhiri. Kebohongan yang sebenarnya saya benar-benar sudah tidak kuat bersamanya.

Ingin sekali rasanya mendapatkan yang lebih baik darinya. Religius, sabar, tidak mudah marah, tidak suka membentak, bisa meredakan keegoisan. Mungkin itu hanya khayalan (tidak mungkin ada manusia yang sesempurna itu). Ketika saya sedang galau seperti ini, mungkin tidak ada artinnya menulis seperti ini, tapi setidaknya saya bisa sedikit lebih lega ketimbang saya harus memendam sendiri.

Satu bulan tanpanya masih sangat asing bagi saya. Semuanya berantakan, semuanya hilang, TIDAK SEPERTI YANG DULU lagi yang sangat romantis. Siapa disangka "jika ada yang pergi, maka sebenarnya akan ada yang datang". Awalnya saya tidak percaya hal itu, see...ternyata benar. Saya mendapatkan yang jauh lebih baik darinya. Saya yakin itu kesempatan kedua saya yang diberikan oleh Alloh, karena sebelumnya saya pernah diberi kesempatan yang luar biasa untuk memperbaikin hati saya, tapi dengan bodohnya saya menolak. Saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Saya tau ini emas yang jauh lebih baik dari emas yang lain.

Yah, emas ini jauh lebih berkilau dari emas yang lain yang pernah saya miliki. Saya akan membawanya pergi jauh lebih dalam ke-kehidupan saya. Saya akan menjaganya dalam hati. Terimakasih ya Alloh.

Tapi, cerita ini tidak berhenti disini.
Ketika saya mendapatkan emas ini yang jauh lebih dari emas yang lain, kenapa emas yang lain ingin kembali padaku? Kalian tau, emas yang lain itu sudah  tidak berkilau lagi. Sudah tidak bisa saya simpan, karena emas yang saya miliki sekarang pasti jauh lebih mahal dan berharga daripada emas  yang lain.
Yah benar, emas itu selalu berkilau dan selalu bersinar dihatiku saat ini dan insyaalloh untuk selamanya,amin.
Selamat tinggal emas ku yang sudah tidak bisa berkilau dan Selamat datang emas ku yang selalu berkilau dihatiku.

Senin, 21 Februari 2011

Sosiologi Perubahan Ekonomi


KONSEP PEMBANGUNAN DAN SEJARAH PENGEMBANGANNYA

Berbicara mengenai pembangunan tentunya terkait dengan negara dan segala konsep pembangunan yang terkait diharapkan dapat menyerasikan ideologi yang dipakai oleh negara agar mencapai suatu kebijakan untuk negara yang terkait. Banyak pertanyaan mengenai definisi pembangunan, namun sebenernya untuk mengetahui apakah pengertian pembangunan tersebut tergantung pada bidang yang terkait, mulai dari pembangunan ekonomi, sosial, politik dan budaya. Disini terdapat beberapa konsep yang terkait dengan pembangunan, salah satunya adalah konsep dari Keynes. Konsep Keynes dapat diterima secara umum karena dapat dijalankan oleh perekonomian didalam suatu negara. Konsep selanjutnya adalah industrialisasi substitutional import yakni konsep yang membangun basis industri didalam negara dan melakukan perdagangan didalam suatu negara. 

Berikutnya adalah konsep modernisasi yaitu konsep yang dijadikan sebagai solusi untuk negara dunia ketiga. Namun, hadirnya konsep ini justru menjadikan negara dunia ketiga memiliki kesenjangan sosial dengan negara dunia pertama. Selain itu, konsep ini mengabaikan potensi agraris yang dimiliki oleh negara dunia ketiga. Dibalik itu, konsep ini digunakan sebagai pembenaran bagi ideologis negara barat yang memiliki kultural yang berbeda dengan yang lainnya. Dengan demikian, konsep modernisasi ini adalah sama dengan istilah westernisasi dimana segala perubahan terjadi pada negara dunia pertama. Selain konsep yang hadir didalam konteks pembangunan didalam negara, teori juga mengikuti pengembangan konsep pembangunan, yaitu teori dependensi. Teori tersebut memaparkan tentang bantuan pembangunan dari negara dunia pertama untuk negara dunia ketiga, dimana dengan negara dunia pertama memberikan bantuan kepada negara dunia ketiga dimanfaatkan untuk memperkaya negara dunia pertama. Akibatnya, negara dunia ketiga hanya menjadi pekerja meskipun negara dunia ketiga juga ikut serta menanamkan invenstasi di negaranya.

Melihat beberapa konsep dan teori yang terkait dengan konteks pembangunan diatas, dapat dilihat bahwa negara dapat menggunakan konsep tersebut untuk menganalisa dalam memberikan kebijakan didalam negaranya. Untuk jawaban manakah konsep atau teori yang paling tepat yang digunakan negara, maka jawabannya adalah bergantung pada ideologi yang diterapkan oleh negara masing-masing. Setelah mengetahui ideologi apa yang digunakan, maka baru dapat dilihat konsep atau teori apakah yang sesuai untuk negara tersebut.


Sumber : hasil catatan perkuliahan Sosiologi Perubahan Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departmen Sosiologi, Universitas Indonesia pada tanggal 17 Februari 2011

Gak Nolak Pake' HighHeels



aku termasuk cewek yang demen pake sepatu atau sandal yang ada heels nya. sekarang baru punya koleksi yang heels nya max 7cm. pengen nyobain yang lebih tinggi lagi nii :D
banyak pro dan kontra dikalangan cewek yang pake sandal atau sepatu heels tinggi karena pengaruh kesehatan, eitz tunggu dulu, disini ada info yang ternyata ada efek positif nya bagi cewek yang doyan pake heels. mau tau? silahkan dibaca :D

VIVAnews - Pemakaian stiletto atau sepatu bertumit sangat tinggi memang bisa membahayakan. Tetapi, sebuah penelitian terbaru menunjukan, wanita yang mengenakan stileto cenderung memiliki kaki yang lebih berbentuk.

Menurut penelitian terhadap wanita usia 18-33 tahun, penggunaan stiletto membuat otot luar dan dalam betis menjadi lebih aktif saat berjalan. Itu jika dibandingkan dengan wanita yang menggunakan sepatu datar atau flat shoes.

"Serupa engsel pintu, pergelangan kaki harus dilatih dengan kekuatan lebih besar. Dengan sepatu tumit pendek, otot hanya akan menarik lebih dekat pada bagian pergelangan kaki," kata Professor Anna Ahn, dari Harvey Mudd College di Claremont, California, seperti dikutip dari Daily Mail. 

Tinggi tumit bisa menentukan ukuran otot betis pada manusia. "Untuk menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi di pergelangan kaki, orang-orang mengaktifkan otot-otot yang relatif tebal untuk durasi yang lebih lama," katanya.

Dalam studi yang dipublikasi dalam Journal Royal Society Biology Letters itu, peneliti menganalisis sekitar 10 orang, lima pria dan lima wanita. Analisis ini untuk memastikan bahwa pelatihan atletik bukan merupakan faktor utama dalam kinerja mereka.

Setiap orang memiliki ukuran dan bentuk tubuh berbeda, termasuk ukuran otot betis. Penyebabnya diperkirakan akibat perbedaan sinyal saraf yang diterima otot. "Itu karena otot merespons tingkat aktivasi saraf dengan hipertrofi (pengembangan berlebihan)," kata Ahn.

Penelitian tim asal Italia selama dua tahun ini menemukan bahwa mengenakan sepasang sepatu tumit tinggi membuat postur tubuh lebih tegak, otot terlatih, bahkan mampu meningkatkan kualitas kehidupan seksual wanita.

Penelitian ini melibatkan pengukuran aktivitas pada otot panggul wanita ketika mereka menahan kaki di sudut yang berbeda. Mereka yang menahan kaki pada sudut 15 derajat dari tanah, setara dengan mengenakan sepatu dengan tumit tujuh sentimeter menunjukkan aktivitas rendah pada otot panggul. Kondisi ini memperlihatkan otot-otot lebih rileks sehingga meningkatkan kekuatan dan kemampuan kontraksi saat bercinta.


masih ada yang ragu pake sepatu atau sandal dengan highheels? :')
coba yuk,
Diakses dari kosmo.vivanews.com tanggal 4 Februari 2011

Minggu, 20 Februari 2011

Aku Suka Ini

aku suka kucing. suka merawat kucing dan suka ngajakin maen kucing. aku anggap kucing itu juga sama dengan manusia. pada heran kan kok disamain sama manusia? aku udah baca beberapa artikel dari internet, kalo kucing juga punya perasaan, bahkan diusianya yang masih kecil sekitar 3-4 bulan, kecerdasannya sama dengan kecerdasan anak balita manusia. wooooo keren :D
walaupun aku ga punya kucing semahal harga kucing persia, anggora dan tubby, aku tetep sayang sama kucing aku. ini foto kucing aku :')


unyu banget yang satu ini, karena perutnya endut abis mamam langsung di poto :')


sebenernya pengeeen banget punya kucing tubby, tapi ga punya dana :(
makan aja susah (karena sekarang lagi jadi anak kosan) haha :D
pengen kucing tubby tubby tubby bengeeeeeeeeeeeeeeeet kayak ini:


ada yang mau kasih dana biar aku  bisa punya kucing kayak diatas??? hhe :D

Sabtu, 19 Februari 2011

Keluarga dengan Teori Pertukaran Sosial


 KASUS PERCERAIAN DI DALAM KELUARGA

Maraknya permasalahan yang muncul baik yang terjadi di dalam pemerintahan, masyarakat sampai keluarga, sudah seharusnya segera diatasi. Banyak dampak yang dihasilkan dengan adanya permasalahan tersebut baik dari segi sosial, budaya, ekonomi sampai psikologi individu. Untuk lebih khususnya, saya hanya akan menyoroti permasalahan yang terjadi pada keluarga saja. Didalam materi sosiologi, sudah seyogyanya segala permasalahan dikaitkan dengan teori atau konsep yang berkaitan agar tidak tumpang tindih. Dengan demikian, saya melihat salah satu contoh permasalahan keluarga yang berada di Jakarta yang saya kaitkan dengan teori pertukaran sosial.
Kasus keluarga yang saya bahas adalah kasus keluarga pasangan Tan Sumiati dan Tie Heryanto Gunawan. Data kasus keluarga Tan Sumiati dan Tie Heryanto Gunawan ini saya peroleh dari putusan NO : 254/PDT.G/2008/PN. JKT. PST, yang beralamatkan di  Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl. Gajah Mada No. 17, Jakarta Pusat, T: 63850223/ 6311326/6348630.[1] Berdasarkan data yang saya dapatkan, Sumiati dan Heryanto melakukan pernikahan secara endogami karena keduanya beragama Budha. Melihat kasus pasangan ini dimana pada awal pernikahan, kehidupan rumah tangga mereka dalam keadaan rukun, namun hanya berlangsung selama satu tahun saja. Berlangsungnya rumah tangga mereka yang hanya satu tahun tersebut ternyata dipicu oleh Heryanto yang memiliki istri simpanan dan sudah mempunyai anak dari istri simpanan nya tersebut. Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa perbuatan Heryanto tidak dapat ditolerir lagi oleh Sumiati sehingga menyebabkan perceraian.
Dari kasus keluarga pasangan tersebut maka dapat dilihat dengan pendekatan teori pertukaran, dimana didalam teori pertukaran ini memiliki asumsi-asumsi dasar yaitu : setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya[2], dengan kata lain setiap individu mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi, dimana dapat dikatakan saling mempengaruhi apabila bila semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Adanya asumsi dasar tersebut, maka terdapat konsep beberapa penting yang terkait, antara lain : Reward dan Cost, Profit atau maximizing Utility dan Rationality. Reward dan Cost dapat diartikan lebih mengacu kepada sesuatu yuang dianggap memberikan keuntungan pada pemenuhan interest para aktor[3] atau adanya elemen positif yang berguna meningkatkan nilai positif dalam sebuah hubungan. Jika melihat kasus keluarga pasangan diatas, maka adanya tingkah laku yang positif dalam membangun rumah tangga hingga kehidupan rumah tangga nya rukun meskipun hanya berlangsung selama satu tahun dan tidak dikaruniai anak. Tingkah laku postif tersebut dapat dilihat seperti sikap saling menghargai, saling membantu dan komunikatif. Sedangkan cost nya adalah dapat diartikan sebagai negative rewards, adalah sesuatu yang dianggap tidak memberikan keuntungan untuk pemenuhan self-interest para aktor[4] atau elemen negatif yang dapat meretakkan suatu hubungan. Pemahaman cost dalam kasus diatas dapat dilihat ketika hubungan pernikahan mereka dapat dikatakan tidak harmonis lagi setelah satu tahun masa pernikahannya, setelah satu tahun masa pernikahannya tersebut dimana Heryanto memiliki istri simpanan dan memiliki anak dari istri simpanan nya, maka Sumiati tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin dari suaminya. Hal tersebut dapat dikatakan cost karena salah satu aktor dalam pasangan tersebut merasa dirugikan dalam hubungan pernikahnnya, yakni tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin padahal mereka masih terikat dalam ikatan pernikahan. Cost ini juga dapat berupa konflik, dimana dalam kasus pasangan tersebut terdapat pertengkaran antara Sumiati dan Heryanto yang kerap terjadi, sehingga tidak menciptakan keuntungan sama sekali.
Konsep yang kedua adalah profit atau maximizing utility dimana dalam suatu hubungan bertujuan untuk menghasilkan keputusan yang memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan sekecil mungkin biaya/pengorbanan.[5] Dengan kata lain, bila seorang individu merasa dalam suatu hubungan interpersonal bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Berdasarkan pengertian profit tersebut, maka kasus keluarga diatas yang berperan dalam mencari laba adalah kedua aktor tersebut yaitu Sumiati dan Heryanto. Dari sisi Sumiati, keuntungan yang ia cari adalah dengan cara memutuskan untuk bercerai dari Heryanto karena Heryanto tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada Sumiati. Dengan bercerai dari Heryanto, terdapat kemungkinan Sumiati akan lebih bahagia dari pada tetap menjalin hubungan dengan Heryanto tetapi tidak diberi nafkah dan Heryanto sibuk dengan istri dan anak simpanannya. Hal tersebut dapat dilihat pada putusan bahwa Heryanto tidak menengok Sumiati lagi. Sedangkan keuntungan yang dicari Heryanto adalah Heryanto memilih untuk memiliki istri lagi karena setelah satu tahun masa pernikahannya, Heryanto dengan Sumiati sering mengalami pertengkaran dan dalam hubungan pernikahannya mereka tidak dikaruniai anak. Jadi, dengan memiliki istri simpanan, Heryanto merasa bahagia karena dengan istri simpanannya tersebut dikaruniai anak. Dalam hal ini, kedua aktor dalam kasus keluarga tersebut saling mencari keuntungan masing-masing, karena mereka sudah lagi tidak dapat mempertahankan hubungan rumah tangga nya.
Konsep yang terakhir adalah rationality, asumsi ini sangat mendasar dan paling penting untuk mengkalkulasi untung rugi suatu pengambilan keputusan. Penggunaan rasionalitas dalam pengambilan keputusan mencerminkan adanya perubahan nilai dari rewards dalam konteks waktu dan situasi terhadap sesuatu dan relasi sosial pada kehidupan manusia.[6] Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diartikan juga sebagai tingkat perbandingan yang menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku tersebut dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternatif hubungan lain yang terbuka baginya. Jika melihat kasus keluarga diatas, maka rasionalitas yang ada dapat dilihat pada pengalaman yang mereka alami yakni pada awal pernikahan mereka menjalin hubungan dengan baik-baik saja atau rukun yang kemudian berakhir pada perceraian. Adanya perubahan pengalaman yang dialami oleh pasangan tersebut, maka terdapat perubahan nilai dari rewards, dimana yang awalnya terdapat aspek positif dalam hubungan tersebut, pada akhirnya menimbulkan aspek nagatif pada kedua aktor tersebut. Dengan adanya perubahan tersebut juga, maka relasi sosial diantara keduanya pun berubah, yang dahulu sangat komunikatif, sekarang sama sekali tidak ada komunikasi. Jika mengkalkulasi dalam hal pengambilan keputusan, menurut saya keputusan yang diambil oleh Sumiati dapat dikatakan rasional yaitu memutuskan hubungan dengan Heryanto atau perceraian, karena dengan segala pertimbangan yang dilakukan oleh Sumiati, keputusan yang ada pun telah menimbulkan untung rugi baginya.
Dari beberapa uraian diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa keluarga dari pasangan Sumiati dan Heryanto merupakan keluarga non tradisional karena mengalami perceraian dan karena dalam hubungan pernikahan mereka tidak memiliki anak. Pernikahan mereka juga disebut dengan pernikahan endogami karena keduanya beragama Budha. Fokus sentral dalam pembahasan ini juga didasarkan pada motivasi, yang merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan.[7] Hal tersebut dapat dilihat pada keputusan Sumiati, dimana tindakannya merupakan hasil dari dorongan yang ada didalam dirinya dari beberapa faktor yang ada seperti tidak ada nafkah dari suaminya, mengalami pertengkaran secara terus-terusan dengan suaminya dan suaminya memiliki istri lain, sehingga Sumiati memilih untuk bercerai dari suaminya. Keputusan tersebut lah yang dikatakan sebagai motivasi, dimana merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan.


[1] Diakses dari Putusan NO : 254/PDT.G/2008/PN. JKT. PST
[2] Diakses dari catatan slide power point mata kuliah Sosiologi Keluarga mengenai topik Teori Pertukaran Sosial.
[3] Ibid;
[4] Ibid;
[5] Ibid;
[6] Ibid;
[7] Ibid;

Metode Penelitian Sosial Kualitatif

APAKAH ITU PENELITIAN DENGAN METODE KUALITATIF?

Berbicara mengenai metode kualitatif, maka tidak luput pula dari metode kuantitatif. Keduanya berbeda, bagaimana perbandingannya?  Perbandingan diantara keduanya pun dapat dilihat sebagai berikut:

Asumsi
Substansi
Kuantitatif
Kualitatif
Ontologis
Arti realitas
Objektif, Singular
Subyektif, Plural
Epistemologi
Hubungan penelitian dengan subyek penelitian
Independen dari intervensi peneliti
Interaksi antara penelitian dengan subyek penelitian
Axiologis
Aturan nilai
Bebas nilai dan tidak bias
Tidak bebas nilai, bias
Retorika
Bahasa yang digunakan
Formal: berdasarkan; pada definisi, impersonal; pemakaian kata-kata kuantitatif
Informal: berkembang sesuai dengan definisi subyektif; pemakaian kata-kata kulaitatif
Metodologi
Pengumpulan dan  pengolahan data
Deduktif, korelasi, desain ketat, bebas konteks, generalisasi, orientasi pada model, verivikasi teori
Induktif, makna, desain luwes, kontekstual, generalisasi terbatas, orientasi pada proses, pengembangan teori
Sikap peneliti
Syarat psikologis penelitian
Teratur oleh aturan, toleransi rendah, durasi penelitian pendek,
Aturan tidak ketat, toleransi tinggi, durasi penelitian panjang,
Sumber data
Nama sumber
Responden
Informan

 *Pemakaian kata-kata kuantitatif (formal) = bahasa baku dan resmi
*Pemakaian kata-kata kualitatif (informal) = bahasa yang dimengerti oleh masyarakat, menghindarkan bahasa yang sulit dimengerti
*Desain ketat = tata cara yang tegas

Melihat perbandingan tersebut, dapat dilihat bahwa penelitian dengan metode kualitatif adalah jenis penelitian yang pengumpulan dan pengolahan datanya berawal dan berorientasi pada proses dan berakhir pada pemahaman baru tentang suatu subyek tertentu. Dengan kata lain, penelitian dengan metode kualitatif ini memiliki kata kunci yang dapat mempermudah kita untuk mengingatnya. Kata kunci tersebut diantaranya:
1. Proses = bagaimana suatu kejadian terjadi sebagai akibat tindakan para aktor dalam satu ruang tertentu.
2. Pemahaman baru = pemaknaan suatu kelompok orang tentang dunia, suatu konstruksi sosial yang berbeda dari standar yang berlaku. PEMAHAMAN BARU = PEMBENTUKAN TEORI BARU
3. Aktor = individu yang melakukan tindakan (profil, karakteristik)
4. Tindakan = gerakan-gerakan yang dilakukan individu yang berimplikasi sosial (tema subyek yang menjadi pokok penelitian).
5. Waktu = rangkaian tindakan aktor dan peristiwa dari satu titik ke titik lainnya dalam satu atau beberapa periode.
6. Rekonstruksi = membangun kembali suatu realitas sosial berdasarkan perspektif subyek penelitian.
7. Induksi = proses penarikan kesimpulan dari pernyataan atau pembentukan teori dari data.
8. Deskripsi = pelukisan yang karya warna, detil dan komprehensif.

Teknik pengumpulan data pada penelitian metode kualitatif ini pun berbeda dengan penelitian dengan metode kuantitatif. Teknik penelitian metode kualitatif seperti:
1. Wawancara mendalam = merangsang informan untuk berbicara secara lengkap hanya dengan bertanya sedikit.
2. Pengamatan = mendayagunakan akan mata-mata untuk menggambarkan situasi penelitian seobyektif mungkin.
3. Pencatatan = menuliskan hasil wawancara mendalam dan pengamatan ke dalam rangkaian huruf yang dapat dipahami bersama.


Sumber berdasarkan hasil catatan perkuliahan MPS Kualitatif pada tanggal 09 Februari 2011, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departmen Sosiologi, Universitas Indonesia pada tanggal 17 Februari 2011

PERNIKAHAN PADA USIA REMAJA SEBAGAI SOLUSI DALAM MENYELESAIKAN SUATU PERMASALAHAN




BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. LATAR BELAKANG
     Disetiap masyarakat pasti akan dijumpai keluarga batih.[1] Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta anak-anaknya yang belum menikah.[2] Sedangkan keluarga sendiri memiliki arti yaitu lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu.[3] Terbentuknya keluarga tersebut karena adanya pernikahan yang telah disepakati antara pihak pria dan wanita. Pernikahan sendiri dapat diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[4] Tidak menutup kemungkinan bahwa didalam pernikahan terdapat suatu permasalahan. Permasalahan tersebut timbul baik sebelum maupun setelah pernikahan terbentuk. Salah satu permasalahan sebelum pernikahan terbentuk misalnya adalah hamil diluar menikah. Dengan adanya permasalahan tersebut terkadang membuat seseorang untuk melakukan pernikahan secara terpaksa. Sedangkan permasalahan yang ada setelah pernikahan biasanya berdampak pada perceraian.
Seiring perkembangan zaman, tidak sedikit yang melakukan pernikahan sebelum waktunya atau yang disebut dengan pernikahan pada usia remaja. Pernikahan pada usia remaja dapat diartikan sebagai pernikahan yang terbentuk dari pasangan yang usia nya belum layak untuk menikah atau pernikahan yang dilakukan oleh pasangan remaja. Golongan remaja para gadis adalah berusia 13 tahun sampai 17 tahun, sedangkan untuk pria berusia 14 tahun sampai 17 tahun.[5] Berdasarkan data Bappenas, di Indonesia, pernikahan usia remaja mencapai 34,5% rata-rata nasional,[6] yang apabila pada satu tahun terdapat 2,1 juta pernikahan yang tercatat, berarti terdapat 800 ribu pernikahan usia remaja yang tercatat.[7] Terdapat banyak alasan mengapa sebagian orang melakukan pernikahan pada usia remaja, sebagian diantaranya adalah karena anaknya mengalami salah pergaulan sehingga hamil di usia remaja dan karena budaya warga setempat untuk menikahkan anak di usia remaja.[8]
Dengan adanya beberapa alasan untuk melakukan pernikahan pada usia remaja, maka dengan dijalankannya pernikahan tersebut akan menimbulkan beberapa dampak. Dampak tersebut antara lain: dampak terhadap hukum, dampak biologis, dampak psikologis, dampak sosial dan dampak perilaku seksual menyimpang.[9] Dampak terhadap hukum salah satunya adalah adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-Undang di negara Indonesia yaitu UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO. Kedua, dampak biologis dapat dilihat seperti alat reproduksi yang belum matang atau belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, sehingga dapat membahayakan organ reproduksi. Ketiga, dampak psikologis seperti akan menimbulkan trauma yang berlebih pada anak yang telah memutuskan menikah pada usia remaja, padahal ia masih mempunyai kesempatan untuk meneruskan pendidikannya. Keempat, dampak sosial yang akan melahirkan budaya patriarki dimana menempatkan posisi wanita lebih rendah dari pada pria, sehingga menimbulkan kekerasan terhadap wanita oleh pria. Kelima, dampak perilaku seksual yang menyimpang seperti akan gemar melakukan hubungan seks.
Melihat beberapa fenomena sosial yang terjadi pada pernikahan usia remaja tersebut, maka menjadi hal yang menarik untuk dibahas. Pada penelitian ini, peneliti akan membahas apakah pernikahan pada usia remaja merupakan satu-satu nya solusi yang diberikan pada seseorang dalam menyelesaikan masalahnya. Dapat dilihat salah satu contoh permasalahan tersebut seperti hamil sebelum menikah.

  
I. 2. PERMASALAHAN DAN PERTANYAAN PENELITIAN
        Terbentuknya pernikahan yang baik adalah menurut kaidah dan beberapa syarat yang ada, yang salah satu nya adalah cukup umur atau dewasa, dimana dapat membiayai kehidupan rumah tangga kelak. Namun pada kenyataannya, banyak pasangan yang belum mencapai syarat-syarat tersebut sehingga pernikahan yang terbentuk adalah pernikahan yang terpaksa, yang salah satunya adalah pernikahan pada usia remaja. Meskipun tidak semua pernikahan usia remaja dikarenakan keterpaksaan, namun yang menjadi permasalahan adalah banyak pasangan remaja yang menikah dalam keadaan ekonomi yang sangat kurang untuk menunjang kehidupan rumah tangga mereka.  
Dalam penelitian ini, yang menjadi bahasan peneliti adalah pernikahan pada usia remaja. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pernikahan usia remaja dapat menimbulkan beberapa dampak. Dengan adanya dampak seperti itu, muncullah pertanyaan besar dalam penelitian ini, apakah pernikahan pada usia remaja merupakan satu-satu nya jalan atau solusi dalam menyelesaikan permasalahan?

1.3. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam. Informan yang peneliti ambil sebanyak empat orang yang merupakan warga yang bertempat tinggal di kawasan Depok. Definisi operasional dalam metode ini adalah pernikahan pada usia remaja apakah menjadi solusi dalam menyelesaikan permasalahan.

I.4. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui apakah pernikahan pada usia remaja merupakan sebuah solusi dan satu-satu nya jalan dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan apakah ada solusi lain selain menikah pada usia remaja. Selain itu, peneliti ingin melihat sejauh mana remaja pada masa kini dalam memandang pernikahan usia remaja.

I.5. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Keluarga
 Keluarga merupakan kelompok sosial kecil didalam masyarakat, dimana didalam masyarakat tersebut pasti memiliki keluarga batih. Keluarga sendiri memiliki arti yaitu lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah dan bersatu.[10] Selain itu, pada dasarnya keluarga merupakan dua orang atau lebih yang berkomitmen satu sama lain dan berbagi keintiman, sumberdaya dan nilai, serta mengambil keputusan serta tanggung jawab bersama.                                 
2. Pernikahan
    Pernikahan dapat dikatakan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[11] Dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan yang terbentuk antara seorang pria dan wanita dengan berbagai kesepatakatan yang telah disetujui. Namun, pada kenyataannya terdapat beberapa pernikahan yang dilakukan secara paksa guna menutupi permasalahan yang ada. Sebagai contoh, seseorang menikah pada usia remaja karena hamil di luar nikah, sehingga membuat seseorang tersebut untuk melakukan pernikahan. Padahal pada usia remaja tersebut, orang tersebut masih dapat meneruskan pendidikannya. Dikatakan usia remaja karena usia tersebut antara 13 tahun sampai 17 tahun bagi wanita, sedangkan untuk pria berusia 14 tahun sampai 17 tahun.[12]
3. Pernikahan pada usia remaja
    Melihat kasus diatas, maka dapat dikatakan bahwa pernikahan yang dibentuk merupakan pernikahan usia remaja. Menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, pernikahan remaja adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat dan sebagai sebuah solusi alternatif.[13]  Sedangkan secara umum, pernikahan pada usia remaja dapat diartikan sebagai  instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga.[14] Dengan demikian dapat diartikan bahwa pernikahan remaja merupakan dua orang yang berlawanan jenis pada usia antara 14 tahun sampai 17 tahun terikat dalam satu ikatan untuk membentuk keluarga. Melihat pernikahan yang tebentuk pada usia remaja tersebut dapat dilihat juga beberapa dampak yang timbul, antara lain:
a.   Dampakterhadap hukum.[15]                                                      Dampak terhadap hukum tersebut dapat dilihat dari tiga pelanggaran yang terjadi yaitu: adannya pelanggaran pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun dan pada Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Pelanggaran kedua adalah pada UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 26 (1) tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
-     Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.
-     Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan,
-     Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.   
Pelanggaran yang ketiga adalah pada UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO, yang berisi: Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut. Dimana dalam Undang-Undang tersebut bertujuan untuk melindungi anak, agar tetap memperoleh hak nya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, ekslpoitasi dan diskriminasi.
b.   Dampak biologis                                                     
  Alat reproduksi yang belum matang atau belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, dapat membahayakan organ reproduksi.
c.   Dampak psikologis                                                                      Akan menimbulkan trauma yang berlebih pada anak yang telah memutuskan menikah pada usia remaja, padahal ia masih mempunyai kesempatan untuk meneruskan pendidikannya.
d.   Dampak sosial    
   Dampak sosial yang akan melahirkan budaya patriarki dimana menempatkan posisi wanita lebih rendah dari pada pria, sehingga menimbulkan kekerasan terhadap wanita oleh pria.
e.  Dampak perilaku seksual menyimpang                        
    Akan gemar melakukan hubungan seks.
        Berdasarkan beberapa konsep diatas, tema pernikahan pada usia remaja ini sangat terkait dengan konsep keluarga dan pernikahan. Dimana keluarga terlahir karena adanya pernikahan yang telah disepakati oleh dua insan yang berlawanan jenis dalam satu ikatan yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4. Pendekatan teori konflik
     Pendekatan teori konflik ini banyak meliputi kajian wanita dengan perspektif feminis. Selain itu, penekanan pendekatan ini adalah manajemen konflik, alokasi dan sumber daya dalam keluarga. Sedangkan fokus pendekatan ini adalah kekerasan dalam keluarga, cara-cara keluarga memecahkan masalah dan pemutusan hubungan perkawinan. Untuk asumsi dasar pendekatan teori ini antara lain: manajemen dan penyelesaian konflik merupakan proses yang normal dan keberlanjutan dalam sistem keluarga. Berdasarkan topik permasalahan yang dibahas peneliti, yakni pernikahan pada usia remaja sebagai solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan, maka fokus pendekatan teori ini adalah pada cara-cara keluarga menyelesaikan masalah.


BAB II
ISI
II. 1.  DATA TEMUAN LAPANGAN
II.1.1. Hasil wawancara informan D
            Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan D ini, informan menganggap bahwa dalam hubungan berpacaran sangat dianjurkan karena termasuk dalam masa penjajakan sebelum menentukan pasangan hidup. Pada masa penjajakan tersebut informan menjelaskan apa saja yang tidak boleh dan boleh dilakukan. Yang boleh dilakukan adalah seperti berbincang-bincang untuk mengenal lebih dalam pasangannya. Sedangkan yang tidak boleh dikerjakan adalah melakukan hubungan seks diluar nikah. Informan D sangat setuju mengenai pernikahan pada usia remaja dijadikan sebagai solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Contoh permasalahannya adalah hamil diluar nikah.
            Menurut informan D, jika terdapat pasangan usia remaja yang melakukan hubungan seks dan pasangan wanita mengalami kehamilan, sebaiknya pasangan tersebut melakukan pernikahan meskipun usia nya masih sangat muda demi menjaga kehormatan nama keluarga. Hal tersebut dikarenakan guna mematuhi hukum Negara Indonesia yang berlaku saat ini. Informan D pun mengatakan bahwa apabila pasangan tersebut belum memiliki bekal materi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebaiknya pasangan tersebut meminta bantuan kepada orangtua pasangan tersebut. Adapun saran dari informan D mengenai tema pernikahan pada usia remaja ini adalah sebaiknya bagi yang menjalani hubungan berpacaran, jangan melakukan hubungan seks diluar nikah karena dapat merugikan pihak pria maupun wanita dan dapat menimbulkan dampak negatif. Apabila benar terjadi kehamilan diluar nikah, sebaiknya melakukan pernikahan meskipun usianya masih sangat muda.
            Hasil wawancara diatas dapat dikaitkan dengan salah satu pendekatan sosiologis, yakni pendekatan teori konflik. Hal tersebut dapat dilihat bahwa apabila terdapat suatu permasalahan sebaiknya diselesaikan dengan baik-baik, bukan dihindari. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan D ini juga terkait dengan perspektif feminisme. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil verbatim bahwa dalam hal hamil diluar nikah, maka yang sangat dirugikan adalah dari pihak wanita dan karena wanita yang menanggung semua beban dari permasalahan ini seperti mengandung anak selama sembilan bulan.
II.1.2. Hasil wawancara informan E
            Banyak informasi dan pendapat yang didapatkan dari beberapa informan yang ditanyakan oleh peneliti. Menurut pendapat informan E ini, hubungan pacaran boleh dilaksanakan meskipun dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut seperti terdapat skor 60% yang baik dilakukan pada saat hubungan pacaran yaitu hubungan pacaran tersebut baik untuk penyemangat, sedangkan 40% nya dapat berdampak negatif misalnya mengganngu konsentrasi belajar. Informan E pun mengutarakan beberapa batasan pada saat berpacaran, yang salah satunya adalah tidak boleh melakukan hubungan seks diluar menikah dan tidak boleh melakukan ciuman dan yang boleh dilakukan adalah sekedar berpegangan tangan dan saling berpandangan.
            Informan E pun menganggap bahwa peristiwa hamil diluar menikah adalah suatu masalah, apalagi menikah pada usia remaja. Namun, permasalahan tersebut tidak hanya ditempuh dengan jalan menikah pada usia remaja. Menurut informan E, menikah pada usia remaja bukan jalan yang terbaik karena pada usia remaja tersebut, seseorang masih banyak ketergantungan pada orangtua dan masih membutuhkan jangkauan dari orangtua. Meskipun menurut informan E menikah pada usia remaja bukan jalan yang terbaik, tetapi apabila pasangan tersebut telah hamil sebelum menikah, sebaiknya tetap membiarkan anak yang dikandungnya lahir dengan selamat. Jadi, kesimpulan yang dapat diambil dari informan E mengenai pernikahan pada usia remaja sebaiknya jangan dilakukan dan sebaiknya dibicarakan secara baik-baik dari pihak pasangan wanita maupun laki-laki karena hal tersebut menyangkut masa depan pasangan remaja tersebut. Selain itu, menurut informan E, menikah pada usia remaja itu tidak mudah, apalagi terkait dengan ekonomi keluarga.
            Melihat hasil wawancara peneliti dengan informan E, maka dapat dikaji dengan salah satu pendekatan perspektif sosiologis yaitu pendekatan teori konflik. Hal tersebut dapat dilihat pada negosiasi dalam keluarga untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Penyelesaian suatu masalah tersebut dapat dilihat pada keputusan dari pasangan untuk tidak menikah pada usia remaja tetapi terdapat suatu kesepakatan atau negosiasi dalam keluarga. Dengan demikian, berdasarkan wawancara diatas, dapat dikaitkan dengan pendekatan sosiologis yaitu pendekatan teori konflik, dimana terdapat negosiasi dalam menyelesaikan suatu masalah.
II.1.3. Hasil wawancara informan J
            Informan J menganggap bahwa dalam hubungan berpacaran adalah penting untuk dilakukan karena untuk masa pengenalan, namun harus dilihat juga batasan dalam berpacaran. Batasan tersebut seperti sekedar berpegangan tangan masih diperbolehkan, namun untuk selebihnya tidak boleh dilakukan. Selain itu informan J menganggap, dalam hubungan berpacaran sebaiknya tidak mendapat larangan dari orangtua atau tekanan dari orangtua karena jika ada larangan dari orangtua, justru seorang anak dapat melakukan hal-hal yang bebas. Ada baiknya seorang anak mendapatkan materi mengenai seks atau “sex education”.
            Banyaknya kasus mengenai hamil diluar nikah pada pasangan yang masih berusia remaja, informan J memaparkan bahwa pasangan tersebut harus menikah meskipun pada usia remaja. Informan J memandang permasalahan tersebut dari segi hukum adat.[16] Salah satu ketentuan hukum adat pada masyarakat di suatu daerah yaitu jika telah melakukan hubungan seks diluar nikah, maka pasangan tersebut harus menikah, kalau tidak mau menikah, maka pasangan tersebut akan dikucilkan. Pasangan remaja yang sudah menikah, namun tidak  memiliki materi untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, maka dapat meminta bantuan dari orangtua mereka.
            Meskipun pasangan remaja yang telah menikah tersebut telah mendapatkan bantuan materi dari orangtua mereka, pasti didalam kehidupan mereka terdapat konflik. Menurut informan J, konflik yang kerap terjadi pada pasangan remaja yang telah menikah adalah mengenai penghasilan. Hal tersebut dapat dilihat pada pasangan remaja yang telah menikah, namun mereka belum mendapatkan penghasilan yang tetap sehingga membuat mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan membuat mereka saling menyalahkan satu sama lain.
            Berdasarkan hasil wawancara dengan informan J, maka hasil wawancara tersebut dapat dikaitkan dengan pendekatan teori konflik yaitu cara-cara keluarga memecahkan suatu masalah. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil wawancara bahwa peristiwa hamil diluar nikah harus diselesaikan dengan baik yaitu dengan cara menikah meskipun usianya remaja. Adapun beberapa masalah yang akan dihadapi pasangan dalam berumahtangga, dimana apabila pasangan tersebut tidak dapat menyelesaikan masalahnya, maka dapat meminta bantuan kepada orangtua pasangan tersebut.
II.1.4. Hasil wawancara informan DI
            Mengawali informasi dan pendapat yang didapat dari informan DI ini, informan DI mengutarakan bahwa hubungan dalam berpacaran merupakan hal yang penting karena terkait dengan perkembangan biologis pada seseorang. Sedangkan apabila terdapat pasangan yang sedang menjalani hubungan berpacaran dan mengalami peristiwa hamil diluar nikah, maka informan DI lebih setuju apabila pasangan tersebut menikah meskipun masih pada usia remaja. Hal tersebut dikarenakan menyangkut agama, dimana dalam ketentuan agama, pasangan tersebut harus menikah apabila telah hamil sebelum menikah. Namun, hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan keadaan eknomi.
            Yang dimaksud dengan keadaan ekonomi disini adalah apabila pasangan remaja tersebut melaksanakan pernikahan pada usia remaja, tetapi mereka belum memiliki bekal apapun seperti materi. Dengan keadaan demikian, pasangan remaja tersebut dapat meminta bantuan dari orangtua, tertutama orangtua dari pihak laki-laki. Jadi, orangtua pun sebaiknya turut membantu anak mereka yang telah menikah pada usia remaja. Meskipun demikian, menurut informan DI, pasangan remaja tersebut harus tetap menikah pada usia remaja karena mereka harus bertanggungjawab dengan apa yang mereka telah perbuat. Berani berbuat, maka harus berani bertanggungjawab.
            Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan DI, dapat disimpulkan bahwa pernikahan pasa usia remaja sebaiknya dilakukan karena sebagai bentuk pertanggungjawaban. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban, dapat dikatakan bahwa merupakan sebagai ketentuan atau tuntutan dari agama. Meskipun tidak hanya menikah dalam menyelesaikan masalah ini, informan DI mengungkapkan bahwa aborsi juga termasuk solusi, namun hal tersebut tidak boleh dilakukan karena dilarang. Dengan demikian, menikah pada usia remaja tetap menjadi satu-satunya jalan dalam menyelesaikan permasalahan ini.
            Hasil wawancara dengan informan DI tersebut dapat dikaitkan dengan pendekatan teori konflik. Dimana dalam pendekatan teori konflik tersebut dapat dilihat bagaimana cara-cara keluarga menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil wawancara diatas mengenai penyelesaian masalah harus diselesaikan dengan baik-baik, jika perlu menghadirkan pihak ketiga apabila masalah sangat sulit untuk mencapai solusinya.

II. 2.  ANALISA DATA
            Berdasarkan hasil temuan lapangan diatas, maka dapat dianalisa dengan beberapa konsep dan pendekatan teori sosiologis. Dalam penelitian ini, hasil temuan lapangan dapat dianalisa dengan konsep keluarga, pernikahan, penikahan pada usia remaja dan dengan pendekatan teori konflik. Dengan melihat hasil temuan lapangan tersebut, secara umum para informan setuju dengan pernikahan pada usia remaja yang dijadikan sebagai solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dimana salah satu yang dianggap permasalahan dalam penelitian ini adalah hamil diluar nikah. Pernikahan pada usia remaja ini dijadikan sebagai solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan karena merupakan satu-satunya jalan sebagai jalan keluar dari permasalahan.
     Adapun beberapa dampak yang akan terjadi pada pernikahan usia remaja karena adanya peristiwa hamil diluar nikah ini, yang diantaranya: mengenai dampak terhadap hukum, dampak biologis, dampak sosial, dampak psikologi dan dampak perilaku seksual menyimpang. Salah satu dampak tersebut, yaitu biologis dapat dilihat pada penjelasan dari informan yakni:
“nanti anak yang dilahirkan itu bukannya pintar malah bisa keterbelakangan mental, keterbelakangan mental gitu loh.”
Namun adanya dampak seperti itu tidak mempengaruhi sebagian besar masyarakat untuk tetap melakukan pernikahan meskipun pada usia remaja, karena yang paling penting adalah bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuat. Sebagian besar informan pun mengaku lebih baik menikah pada usia remaja dari pada lepas dari tanggungjawab. Hal tersebut dapat diperkuat dengan kutipan dari informan, yaitu seperti yang ada dibawah ini:
“Jadi ya paling nggak ya harus nikah sih. Itu untuk wujud berani berbuat, berani bertanggung jawab”
       Berdasarkan kutipan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pernyataan tersebut sangat relevan dengan pedekatan teori konflik. Dianggap relevan dengan pendekatan teori konnflik karena fokus pendekatan konflik adalah cara-cara keluarga memecahkan masalah. Dengan rasa tanggungjawab tersebut, maka pasangan tersebut telah mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan yaitu dengan menikah pada usia remaja. Meskipun demikian, terdapat satu pendapat dari informan yang menyatakan bahwa pernikahan pada usia remaja sebaiknya tidak dilakukan, karena seseorang yang masih berusia remaja sangat tergantung dengan orangtua, seperti yang dikutip dibawah ini:
“Kalo menurut aku sih nggak terlalu baik, kalo umur segitu karena nggak, nggak bisa lepas dari ini dulu, jangkauan orangtua.”
“untuk remaja itu apa namanya, jangan nikah dulu.”
Namun secara umum, informan yang diwawancarai rata-rata menjawab setuju dengan pernikahan usia remaja sebagai solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
         Sebelum keluarga memutuskan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, maka terdapat beberapa diskusi antara keluarga pihak laki-laki dan wanita. Pada saat diskusi itulah terdapat negosiasi, dimana negosiasi tersebut merupakan salah satu konsep sosiologis yang terkait dengan penelitian ini. Adanya negosiasi tersebut dapat dilihat pada pendapat informan yakni:
“di omongin baik-baik dulu kan satu keluarga, keluarga yang cewek sama yang cowok, karena itu kan menyangkut masa depan ceweknya juga”
     Berdasarkan analisa diatas, maka sebagaian besar masyarakat menganggap bahwa pernikahan pada usia remaja sebaiknya dilaksanakan karena untuk menyelesaikan permasalahan, seperti hamil diluar nikah. Penyelesaian masalah tersebut juga berdasarkan atas negosiasi antara keluarga pihak laki-laki dan wanita. Selain itu, dalam menyelesaikan suatu masalah sebaiknya dilakukan secara baik-baik dan jika perlu menghadirkan pihak ketiga sebagai media. Analisa diatas pun menyatakan konsep yaitu mengenai pendekatan teori konflik, yang salah satu sub konsep nya adalah negosiasi.
  

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

            Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai “Pernikahan pada Usia Remaja Sebagai Solusi dalam Menyelesaikan Suatu Permasalahan”, sebagian besar informan mengakui bahwa pernikahan pada usia remaja sebaiknya dilakukan karena untuk menyelesaikan permasalahan, seperti hamil diluar nikah. Selain itu, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut menggunakan negosiasi antara keluarga pasangan remaja yang akan menikah pada usia remaja untuk mencapai kesepakatan. Dengan demikian, yang menjadi penting dengan adanya permasalahan tersebut adalah harus diselesaikan dengan baik-baik, dimana seperti konsep yang berkaitan yaitu pendekatan teori konflik, yang fokus pendekatannya adalah memecahkan suatu permasalahan. Selain itu, yang menjadi penting adalah negosiasi yang digunakan untuk melakukan pertimbangan sebelum pernikahan dilaksanakan.
            Adapun beberapa dampak yang akan timbul pada pernikahan usia remaja dimana yang telah dijelaskan pada bagian konsep. Salah satu dampak yang akan timbul adalah dampak biologis. Dengan adanya dampak biologis tersebut maka dapat merusak organ produksi pasangan yang menikah pada usia remaja. Melihat dampak tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya tidak melakukan hubungan seks diluar nikah karena dapat menimbulkan dampak negatif, apalagi pasangan yang masih berusia remaja. Selain dampak tersebut, maka pasangan remaja tersebut harus menanggung masa depan dengan berakhir dipernikahan apabila pasangan wanita hamil diluar nikah. Dengan beakhirnya pernikahan diusia remaja, pasangan remaja tersebut kehilangan kesempatan dalam pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono S.H, 1990, Sosiologi Keluarga tentang ikhwal keluarga, remaja dan anak, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan





[1] Soekanto, Soerjono S.H, 1990, Sosiologi Keluarga tentang ikhwal keluarga, remaja dan anak, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, hal 1.
[2] Ibid., Soekanto Soerjono, hal 1.
[3] Diakses dari http://definisi-pengertian.blogspot.com/2009/11/pengertian-keluarga.html pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.05 WIB
[4] UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.
[5] Ibid.,Soekanto, Soerjono, hal 51.
[6] Diakses dari http://ikk.fema.ipb.ac.id/himaiko/?p=235 pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.16 WIB
[7] Ibid,.ikk.fema.ipb.ac.id
[8] Diakses dari http://id.shvoong.com/social-sciences/1873930-pernikahan-remaja-vs-perzinahan-sejak/ pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.20 WIB
[9] Diakses dari http://www.dwp.or.id/dwp1.php?kas=12&noid=799 pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.35 WIB
[10] Ibid., pengertian keluarga
[11] Ibid.,UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1.
[12] Ibid.,Soekanto, Soerjono, hal 51.
[13] Diakses dari http://nyna0626.blogspot.com/2008/10/pernikahan-remaja-pada-kalangan-remaja-15.html pada tanggal 15 Mei 2010, pukul 20.15 WIB
[14] Ibid.,pernikahan remaja pada kalangan remaja.
[15] Ibid.,dwp.or.id
[16] Hukum adat merupakan bagian dari hukum secara menyeluruh, maka dapat dikatakan bahwa hukum adat merupakan suatu sistem. Menurut Soepomo (Soepomo 1977:25): Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-peraturan merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.